Agama
Jain
Revisi
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
“Agama-agama Minor”
“Agama-agama Minor”
Dosen
Pembimbing :Hj.Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh :
Zaimah Imamatul B
1110032100023
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA VI/A
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
2013
1. Sejarah
dan perkembangan agama jain
Agama jain adalah sebuah agama monastic
kuno dari india. Agama ini menolak otoritas weda sebagaimana halnya agama
budhha. Agama ini muncul pada zaman
wiracarita yakni masa akhir zaman brahmana, ketika ada perdebatan antara aliran
teistis dan non teistis. Menurut Jhon A Hutchison agama inijuga agama
budhha muncul di zaman heresies (zaman
pilihan) yang timbul karena dua alasan, yang pertama karena waktu itu orang
tidak mengakui adanya otoritas sacral Weda. Kemudian yang kedua yakni pada
waktu itu orang menolak batu ujian ortodoksi hindu yaitu apa yang disebut
kasta.[1]
Mengenai sejarahnya, Agama Jaina bermakna
: agama Penaklukan. Yang dimaksudkan penaklukan adalah penaklukan kodrat-kodrat
Syahwati dalam tata hidup manusiawi[2], sebenarnya
ajaran agama jain ini telah lahir sejak dulu, agama jain mengakui bahwa ada 24
Thirtankara atau jiwa sempurna yang kesemuanya dipercayai telah menyebarkan
ajaran agama jain keseluruh dunia[3] dari dua puluh
empat thirtankara tersebut, Vardhamana atau yang dikenal dengan Mahavira yakni
Thirtankara yang ke 24 adalah tokoh jainisme yang paling dikenal dan para
penganut agama jain merasa ajaran jain telah cukup sempurana tatkala
ditangannya.[4]
Jainisme sndiri mulai diakui keberadaannya di magadha,
india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira
menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal
sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan
bahwa mahavira dianggap bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran
jainisme tersebut. Namun diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara,
Mahavira adalah yang paling akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang
menyampaikan dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama jain.[5]
Agama Jaina
sendiri lahir berdasarkan reaksi dari ketika
setujuannya terhadap ajaran-ajaran agama Hindu, maka pada saat itu terjadi
pemberontakan besar terhadap agama Hindu yang dipimpin oleh Mahavira. Mahavira lahir pada tahun 599 SM, ayahnya bernama Sidarta
yang merupakan seorang anggota dalam majelis yang memerintah Bandar atau
kesatuan ketentaraan di india. Ibunya merupakan anak dari ketua majelis itu
yang bernama Tri Sala.[6]Mahavira
dilahirkan di wilayah republik Vaisali (Behar), di kampung Basarh, kira-kira 27
mil di sebelah utara kota Patna.[7]
Sejak kecil Mahavira
sangat gemar mengikuti majelis-majelis dan ahli-ahli agama yang mana memang
tinggal atau menumpang diwilayah kerajaannya. Sebenarnya ia ingin mendalami ilmu-ilmu
agama atau ketuhanan, akan tetapi keadaan tidak dapat mengizinkannya mendalami
agama tersebut karena kedudukan keluargannya yang mengurus hal-hal politik dan
peperangan serta hidup dalam kesenangan dan kemewahan. Nama mahavira sendiri
bukan nama asli dia, nama aslinya adalah “vhardamana”. Dia dipanggil mahavira
itu sendiri setelah ada kejadian dimana pada suatu ketika ada seekor gajah yang
terlepas dari kandangnya kemudian merusak apa-apa yang menghalangi jalanya dia,
tidak ada satu-pun orang yang bisa menangkap dan menjinakan hewan itu. Dan
ketika sedang bermain vhardamana melihat gajah tersebut dan dia langsung
menangkapnya dan menjinakannya padahal usiannya baru 7 tahun. Akhirnya rakyat
kerajaan Moghadah amat memujikan keberanian pangeran muda itu, sejak itu-pun
dia dipanggil Mahavira (perwira perkasa). Dia juga dinamakan jaina yang berarti
‘gagah perkasa’ dan dengan sifat itulah agama tersebut diberi nama agama jaina.
Dia menikah dengan puteri yasodha dan dikarunia satu orang anak.[8]
Anak Mahavira diberi nama Anoja.[9]
Awal mula dari kemunculan agama jaina ialah ketika mahavira menyaksikan
prilaku kasta brahmana ( Brahmin ) yang banyak melakukan
penyelewengan-penyelewengan sehingga membuat dia muak pangeran muda tersebut.
Apalgi ketika ia menyaksikan kematian kedua orang tuanya dalam keadaan lapar
padahal mereka hidup dalam kemewahan, itu dilakukan kedua orangnya Karena dalam
ajaran hindu mengatakan kematian dalam keadaan lapar merupakan suatu
kematian yang suci ( holy death ). Setelah kedua orang tuanya meninggal itulah
dia berkata kepada saudaranya :
“ saudara, untuk berkabung atas kemangkatan ibu-bapak kita, saya berkehendak
mengangkat sumpah bahwa dua belas tahun lamanya saya akan mengabaikan tubuh
menahankan bencana apapun yang datang dari kodrat-kodrat gaib maupun manusia
atau-pun hewan “. ( SBE. 22-200 ).
Mahavira melakukan perjalanan mengembara sebagai seorang
kafir, dan bersumpah “ dalam masa 12 tahun terhitung mulai dari saat ini saya
tidak akan mengucapkan sepatah katapun“. Dari sumpah itu dia mendapatkan banyak
pelajaran, diantaranya dia itu lebih baik dari kata. Mahavira juga tidak
membenarkan membunuh apa-apa yang bernyawa. Kemudian ajaran-ajarannya banyak
didukung oleh kalangan raja-raja karena salah satu ajarannya adalah tidak boleh
menyakiti benda-benda yang mempunyai ruh tetapi telah mewajibkan rakyat agar
taat dan setia kepada orang yang memerintah, barang siapa yang melanggar atau
menentang akan disembelih kepalannya. Apalagi seruannya mengandung sesuatu yang
membayangkan isi hati mereka dalam menentang golongan brahmana. Penyebaran
hasil pemikirannya disebar melalui padato-pidato dan ceramah-ceramah diberbagai
kota di india. Dari perjalanannya itu kemudian pengikut jaina lebih kurang satu juta orang dan semuanya
berada di india seperti agama hindu, pada keseluruhannya tata sosial dan pendidikan mereka bersifat tinggi. Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut jaina adalah
pidato-pidato mahavira yang dikumpulkan bersama-sama dan dijilid menjadi suatu sumber hukum. Sehingga disetujui bahwa
bahasa kepustakaan suci ini adalah suatu bahasa yang dinamakan “ Ardha
Majdi “. Tatkala timbul niat untuk menjaga dan menyusunnya, maka digunakan
bahasa sanskerta. Kitab tersebut berisikan tentang pesan-pesan dan sumber hukum dari para pengikut agama jaina. Kitab suci Jaina yaitu
“Siddahanta” yang bermakna perintah, ajaran, bimbingan. Kitab suci ini terdiri
ari 12 buah Angas (Bab).[10]
Ia mulai melakukan meditasi dan merasakan
kesengsaraan hidup dengan tujuan mencapai kebebasan tuntas. Pada tahun ke 13
dari masa pertapanya, ia berhasil memperoleh pengetahuan agung yang disebut
kevala dan berhasil memasuki nirwana pada usia 72 tahun di kota Pavapuri, juga
di Behar. Sejak saat itu kota Pavapuri menjadi pusat ziarah para penganut agama
Jain. Hari peringatan tahunan pencerahan agama Hindu, yang disebut Diwali,
dijadikan hari ziarah di kota tersebut, karena diduga pada hari itu pula
Mahavira berhasil mencapai nirwana. Dalam kuil utama agama Jain di kota ini
ditemukan cap-cap kaki Mahavira yang dianggap sakral.[11]
Dua
Puluh Empat Thirtankara
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Perkembangan
Jainisme
Telah
disebutkan di atas bahwa penyebaran hasil pemikiran
Mahavira disebar melalui padato-pidato dan
ceramah-ceramah diberbagai kota di india. Dari perjalanannya itu kemudian pengikut
jaina lebih kurang satu juta orang dan semuanya berada di india seperti agama
hindu, pada keseluruhannya tara sosial
dan penidikan mereka bersifat tinggi.[12]
Dewasa ini ada lebih
dari 8 juta pengikut agama ini.Mereka terutama ditemukan di India.Secara
sosial, biasanya para penganut Jainisme termasuk golongan menengah ke
atas.Agama Jaina itu mewariskan bangunan-bangunan kuil yang amat terkenal keindahan
arsitekturnya di India dan senantiasa dikunjungi wisatawan.[13]
Agama jinisme dikenal
di Asia Selatan (India) dan disebarkan oleh Vardamina (546 SM) yang berasal
dari keluarga yang sangat berkuasa pada
masanya. Vardamina selama dua belas tahun hidup menjadi anggota masyarakat
pertapa yang bernama Nirgrantha. Pada tahun ke-13 dalam pengembaraannya
Vardamina mendapatkan ilham atau wahyu penerangan tentang hakikat Tuhan yang
Maha Tahu, yang mengerti akan segala sesuatu yang ada di jagad raya ini baik yang
tersembunyi maupun yang nampak. Dan pada selama tiga puluh tahun kemudian
Vardamina menyiarkan agamanya.Dan setelah Vardamina Mahavira meninggal aliran
jainisme pecah menjadi dua yaitu Svetambara (memakai jubah putih) dan Digambara
(berpakaian langit atau telanjang)perpecahan
tersebut terjadi Sekitar tahun 310
SM yakni lebih kurang tiga abad sepeninggal Mahavira. Perpecahan itu disebabkan
musim paceklik di India utara. Sejumlah 12.000 orang dari jemaat jaina itu
dibawah pimpinan Badhrabahu, melakukan perpindahan menuju ke belahan selatan
India, berdiam dan menetap dalam wilayah Mysore. Dengan begitu jemaat terpecah
menjadi dua, yaitu belahan utara dan belahan selatan. Belahan utara beriklim
dingin dan be;lahan selatan beriklim panas. Di dalam wilayah yang beriklim
panas itu, pakaian tidak diperlukan. Sedangkan di belahan utara lebih
mengutamakan bertarak dan bertapa tetapi perpecahan itu belum resmi.
Kemudian Sekitar
tahun 82 Masehi perpecahan itu menjadi resmi dan disebabkan masalah pakaian.
Jemaat yang mendiami di belahan utara pegunungan vindaya selalu mengenakan
pakaian putih, dan jemaat ini yang disebut dengan sekte svetambara (jemaat
berpakaian putih). Sedangkan jemaat yang mendiami di belahan selatan pegunungan
vindaya tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun karena beriklim panas.
Jemaat itu disebut dengan digambara (jemaat bertelanjang bugil bagaikan
langit).
Masalah pakaian itu
lantas menjadi masalah keagamaan yang meruncing sangat tajam antara kedua
sekte. Sekte digambara itu beralaskan sikap hidup Mahavira didalam
pengembaraannya, yang tidak peduli terhadap kebutuhan duniawi. Tetapi sejak
abad ke 7 M, yakni semenjak anak benua India itu berada dibawah kekuasaan
islam. Maka jemaat digambara mulai dipaksakan mengenakan pakaian, setidaknya
mengenakan celana dalam.
Adapun lebih rinci
ciri-ciri perbedaan antara kedua sekte tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sekte Digambara
tidak menerima daftar buku suci Svetambara. Ketiak sekte ini mengesahkan
emungkinan adanya seorang wanita yang dapat mencapai moksa tanpa harus lahir
lebih dahulu sebagai seorang lelaki, sekte Digambara tidak mau menerima paham
yang seperti itu yang menyatakan Mallinata adalah seorang Wanita.
2.
Daftar
kepala-kepala atau peminpin Jainisme sejak pendeta Shivabuti antara kedua sekte
tersebut berbeda
3.
Sekte Svetanbara
biasanya menyusun filsafat mereta dalam sembilan kategori, sementara Svetambara
menyusun filsafatnya dalam tujuh pokok.
4.
Menurut Svetanbara,
seorang Tirtankara memerlukan makanan guna menopang hidupnya sampai mati,
sementara Digambara percaya seorang yang telah mencapi pengatahuan Agung tidak
lagi memerluakan makanan.
5.
Hidup asketik
Svetambara membolehkan memakai sebuah cawat, pakaian di bahu dan sebuah
selimut, sementara sekte Digambara secara absolut hidup telanjang.
6.
Dalam sekte
Svetambara patubg-patungnya memiliki mata gelas yang dimasukkan kedalam marmer,
dan patug-patung itu deberi pakian cawat dan dihias dengan permata, sementara
pada sekte Digambara patung-patunngnya adalah telanjang dan digambarkan sebagai
makhluk yang mati terhadap dunia dengan mat menggambarkan kesedihan.
7.
Peribadatan kedua
sekte juga berbeda, sekte Svetambara ketika ibadah mempersembahkan bunga-bunga
dan buah-buahan segar, sementara sekte Digambara tidak pernah tapi sebagai
gantinya adalah cengkeh, kelapa kering, gula dan beras.
8.
Para pengikut
digambara tidak memiliki patung pribadi di rumah tapi pengikut sekte Svetambara
merasa dirinya kaya yang jauh dari kuil merasa perlu memiliki kuil pribadi yang
terpisah dari rumah dan hanya dimasuki oleh orang-orang yang akan melakukan
upacra penyucian saja.[14]
Selain itu
Persentuhan agama Jaina dengan agama Islam juga menjadi bagian dari
perkembangan agama jain. Persentuhan keduanya pada anak benua India itu lambat
laun menimbulkan pengaruh dalam lingkungan agama Jaina itu. Pada tahun 1474 M lahir
suatu sekte baru, yaitu Stanavaksi.Ini muncul dari lingkungan sekte Svetambara
pada belahan India Utara.Sekte ini merupakan gerakan reformasi dalam agama
Jaina, yakni gerakan pembaharuan.Mereka berusaha mendalami dan menyelidiki
kitab suci Siddanta (agama) itu, lalu memisahakan angas yang dapat dipandang
otentik dan angas yang dipandang susunan pada masa belakangan.Di dalam angas
yang dipandang otentik itu tidak dijumpai pemujaan terhadap patung dan
berhala.Justru kuil-kuil yang menjadi milik jemaat Sthanavaksi itu, sampai
kepada masa sekarang ini, tidak berhiaskan patung apapun juga.[15]
2.
Ajaran dan praktik kegamaan
A. Kitab
Suci
sumber-sumber
suci dikalangan para pengikut agam jaina adalah pidatdo-pidato mahavira.
Kemudian pidato-pidato mahavira ini diteriam oleh para pengikutnya seperti para
murid-muridnya,orang-orang arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber
kepustakaan suci ini diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu
dikarenakan takut ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran
yang lain maka pada abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para
penganut jaina mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan
naskah-naskah suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini
diberi nama siddhanta, yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang
digunakan dalam kitab ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa
tersebut hanya digunakan pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk menjaga
isinya kitab tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.[16]
Menurut
Shri Krishna Saksena isi kanon Jainisme secara sistematik terdiri dari 12 anga,
dan anga yang terakhir dibagi menjadi 14 purwa, 5 prakarana dan literature
sutra yanglain. Menurujt jainisme kanon yang orisinal sejak zaman Thirtankara
yang pertama terdiri dari dua buah buku suci yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun
akhirya keempat belas purva tersebut diperdebatkan antara sekte digambara dan
svetambara, terutama karna hanya diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon
yang lain kurang begitu dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas
terdiri dari 45 teks selain itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6
Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara serta 4 mulasutra.[17]
B. System kepercayaan agama Jain, Hindu
dan Buddha
1. Konsepsi tentang tuhan
Agama
jain atau jainisme menolak adanya tuhan yang dianggap sebagai pencipta atau
penguasa dunia ini. Walaupun demikian menurut hut chison, paham jainisme tidak
termasuk atheis, melainkan disebut non-teisme. Penyebutan ini didasarkan pada
corak paha agama tersebut tentang apa yang disebut tuhan. Agama jain mengakui
keberadaan apa yang disebut sang “Maha Kuat”, namun mengatakan bahwa sang maha
kuat tersebut termasuk pula manusia, semuanya terbelenggu dalam alam dosa
dengan sedikit atau tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri darinya.[18]
Para
pakar telah mencoba meneliti mengapa jainisme menolak tuhan, namun mereka baru
memperkirakan saja mengenai sebab tersebut.Yakni yang pertama.Jainisme merasa
tuhan-tuhan itu tidak ada perlunya karena manusia sendiri mampu mencapai
kelepasan melalui kekuatannya sendiri tanpa harus bergantung secara neurotic
terhadap kekuatan-kekuatan lain diluar dirinya.Kedua, karena tuhan-tuhan itu
malah seolah-olah dianggap sebagai hal yang dijelaskan berdasarkan
prinsip-prinsip irasional.[19]
Sebab
lainnya yang perlu dopertimbangkan adalah latar belakang krisis politik dan
kemerosotan kemasyarakatan pada saat itu.Kemudian Pentingnya upacara korban dan
pentingnya kedudukan para Brahmana sebagai tulang punggung sistem kasta.[20]
2. Konsepsi tentang alam
Jainisme
menganut filsafat dualisme, yaitu membagi alam saemesta ini menjadi dua
kategori: zat yang hidup (jiva) dan zat yang tidak hidup (ajiva). Ajiva
memiliki lima substansi yaitu benda (pudgala), dharma, adharma, ruang (akasa)
dan waktu (kala). Unsure jiva dan keenam unsure ajiva tersebut disebut denga
enam dravya.
Menurut
ajaran agama jain substansi jiva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan,
tidak ada permulaan dan tidak berakhir. Atau dengan kata lain tidak ada sebab
pertama yang menyebabkan terjadinya substansi-substansi tersebut.
Menurut
kosmologi jainisme alam semesta ini adalah abadi, alam semesta ini bergerak
melalui satu lingkaran terus-menerus dari stau tempat yang ideal menuju kearah
titik bawah lalu dilanjutkan menaik lagi melalui titik atas dan begitu
seterusnya. Menurut agama jain alam semesta ini bergerak bukan karena adanya
tuhan melainkan bergerak secara mekanistis belaka.[21]
3. Konsepsi tentang karma
Jainisme
tetap menerima ajaran tentang karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, dan
mengajarkan bahwa karma terjadi karena tercampurnya jiva dan ajiva. Konsep
karma dalam jainisme berpangkal pada
prinsip dualism antara jiwa dan benda, atas dasra prinsip tersebut, menurut
jainisme tubuh manusia itu memenjarakan jiwanya.
Menurut
jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy itu menyebabkan
penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa itu. Menurut
jain karma bisa dibersihkan, prose pembersihan karma disebut dengan nirjana,
jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada akhirnya semua
karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama hidup.[22]
Tujuan utama dari orang Jain adalah
menjadi seorang Paramatman, satu jiwa yang sempurna. Ini akan dicapai ketika
semua lapisan karma, yang dianggap sebagai substansi, dibuang, yang
memungkinkan jiwa muncul ke atas sampai di langit-langit alam semesta, dari
kegelapan kepada cahaya, dimana, di luar Dewa-dewa dan perpindahan jiwa yang
sedang terjadi, jiwa tinggal selamanya dalam kebahagiaan yang sunyi dari
moksha. Moksha didefiniskan dalam agama Jain sebagai pembebasan, penyatuan diri
(self-unity) dan integrasi, kesendirian yang murni dan ketenangan yang abadi,
bebas dari tindakan dan keinginan, bebas dari karma dan kelahiran kembali.
Moksha dapat dicapai dalam hidup ini atau pada waktu setelah mati. Ketika ia
dicapai, manusia telah memenuhi tujuannya sebagai manusia-Tuhan (man-God). Bagi
agama Jain tidak ada Tuhan pencipta dan, karena itu, tidak ada persatuan dengan
Tuhan.Hakikat dari jiwa adalah kesadaran murni, kekuatan, kebahagiaan dan maha
tahu.[23]
4. Pandangan tentang pencerahan
Tujuan
akhir dari ajaran jain adalah untuk mencapai kehidupan yang sempurna memperoleh
pengetahuan tentang pencerahan dan akhirnya moksa yakni terlepas dari siklus
kelahiran kembali.
Menurut
agama jain jiwa yang telah mencapai kesempurnaan atau pencerahan menyebabkan
pemiliknya mencapai tingkat kesalehan dan kesempurnaan dari luar. Sebagai
contoh para tirthankara yang kesemuanya telah diakui berhasil mencapai
kesempurnaan itu. Kemudian orang yang telah mencapai kesempurnaan jua akan
dapat menikmati empat macam atribut yakni persepis yyang tak terbatas,
pengetahuan yang tak terbatas, kekuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan yang
tak terbatas. Kesempurnaan jiwa seperti ini dapat dirasa ketika dia amsih hidup
atau sudah mati.[24]
5. Tentang Epsitemologi
Dalam
aspek epistemologi, jaina menolak pandangan carvaka bahwa persepsi
hanyalah satu-satunya sumber valid munculnya pengetahuan. Jika kita menolak
kemungkinan memperoleh pengetahuan benar melalui inferensi dan testimoni orang
lain, kita semestinya meragukan validitas persepsi, karena sekalipun persepsi
kadang-kadang bisa bersifat ilusi. Padahal carvaka sendiri memakai inferensi
(anumana) ketika mengatakan bahwa semua inferensi adalah invalid, dan juga
ketika mereka menolak eksistensi objek-objek karena mereka tidak dilihat.
Disamplng persepsi, jaina menerima inferensi dan testimony (sabda) sebagai
sumber pengatahuan valid. Inferensi menberikan pengetahuan valid ketika ia
mengikuti kaidah-kaidah logis yang tepat. Testimoni valid ketika ia merupakan
laporan otoritas terpercaya. Atas otoritas ajaran-ajaran orang-orang suci yang
telah terbebaskan (jaina atau tirthankara) orang-orang pengikut ajaran ini
mendapatkan pengetahuan yang benar yang tidak dapat diperoleh oleh orang yang
masih terbatas. Testimoni Tirthankara ini tidak diragukan lagi ke-validan-nya.[25]
Jaina
mengklasifikasikan pengetahuan menjadi, pengetahuan langsung (aparoksa) dan
pengetahuan antara (paroksa).Pengetahuan langsung lebih lanjut lagi dibagi lagi
menjadi avadhi, manahparyaya dan kepala; dan pengetahuan antara menjadi mati
dan sruta.Mati mencakup pengetahuan perseptual dan inferensial.Sruta berarti
pengetahuan yang diambil dari otoritas. Avadhi-jnana, manahparyaya-jnana, dan
kevala-jnana merupakan tiga jenis pengetahuan langsung yang bisa dikatakan
sebagai persepsi ekstra biasa dan ekstra sensori avadhi adalah kemampuan
melihat hal-hal yang tidak Nampak oleh indra; manahparyaya adalah telepathi;
dan kevala adalah kemahatahuan. Disamping kelima pengetahuan benar tersebut
diatas, ada juga tiga pengetahuan salah, yaitu samshaya atau keragu-raguan,
viparyaya atau kesalahan dan anandhyavasaya atau pengetahuan salah melalui
kesamaan.[26]
Pengetahuan
lagi dibagi menjadi dua jenis, yaitu pramana atau pengetahuan tentang suatu
benda seperti apa adanya, dan naya atau pengetahuan tentang suatu benda didalam
hubungannya dengan yang lainnya. Naya berarti titik pandang atau pendapat dari
mana kita membuat pernyataan tentang sesuatu .Semua kebenaran adalah relativ
terhadap pandangan kita. Pengetahuan parsial merupakan salah satu aspek yang
takterhitung banyaknya tentang suatu benda disebut “naya” . Terdapat
tujuh naya yang empat pertama adalah artha-naya, kemudian tiga terakhir disebut
sabda-naya.[27]
6. Tentang pluralisme roh
Jaina
percaya dengan pluralisme roh; terdapat roh-roh sebanyak tubuh hidup yang
ada.Tidak hanya roh dalam binatang, tetapi juga tumbuh-tumbuhan dan bahkan
dalam debu.Hal ini juga diterima dalam ilmu pengetahuan moderen. Semua roh
tidak secara sama memilki kesadaran, ada yang lebih tinggi ada yang lebih
rendah. Semaju apapun indria-indrinya, roh terbelenggu dalam pengetahuan y6ang
terbatas; juga terbatas dalam tenaga dan mengalami segala jenis
penderitaan.Tetapi setiap roh mampu mencapai kesadaran tak terbatas, kekuatan
dan kebahagian.Mereka dihalangi oleh karma, seperti matahari dihalangi oleh awan.Karma
dapat menyebabkan belenggu roh.Dengan menyingkirkan karma roh dapat memindahkan
belenggu dan mendapatkan kesempurnaan alamiah.[28]
Tiga
cara menyingkirkan belenggu, yaitu keyakinan yang sempurna dalam ajaran-ajaran
guru-guru jaina, pengetahuan benar dalam ajaran-ajaran tersebut, dan perilaku
yang benar. Perilaku benar terdiri atas praktek tidak menyakiti atau melukai
seluruh makhluk hidup, menghidari kesalahan, mencuri, sensualitas, dan
kemelakatan objek-objek indriya, mengkombinasikan ketiganya di atas, perasaan
akan dikendalikan dan karma yang membelenggu roh akan disingkirkan. Lalu, roh
mencapai kesempurnaan alamiahnya yang tak terbatas, pengetahuan tak terbatas,
dan kebahagian yang tak terbatas. Inilah keadaan miksa menurut ajaran jaina.
Hal ini telah dibukatikan oleh guru-guru dalam tradisi jaina atau Tirthankara.
Mereka memperlihatkan jalan menuju moksa.[29]
7. Tentang Metafisika
Di
dalam aspek metafisikanya, jainisme mengambil posisi realistik dan pluralism
relativistik.Ia disebut atau doktrin pluralistik realitas. Material dan spirit
dipandang sebagai realitas-realitas yang independen dan terpisah.Terdapat
atom-atom material yang tak terhitung jumlahnya dan roh-roh individu
aspek-aspek dirinya yang juga tak terhitung jumlahnya. Sebuah benda mempunyai
karakteristik yang tak hingga jumlahnya .setiap objek mempunyai karakter
positif dan negative yang tak terhitung jumahnya. Adalah tak mungkin bagi
manusia biasa untuk mengetahui semuanya itu.Kita hanya tahu sebagian kecil
saja. Oleh karena itu, jainisme mengatakan ia yang mengetahui semua sifat
benda di dalam satu benda, mengetahui semua sifat semua benda, dan ia
mengetahui semua sifat semua benda. Mengatahui senua sifat di dalam satu benda.
Pengetahuan manusia, dengan melihat kapasitasnya yang terbatas , ia adalah
relativ dan terbatas dan semuanya merupakan keputusan kita.
Teori
logika dan epistemologi Ajaran jaina ini disebut “syadvada”. Baik anekantavada
maupun syadvada merupakan dua aspek dari ajaranyang sama –realistik dan
prulalistik relativistik. Sisi metafisikanya bahwa realitas mempunyai karakter
yang tak terhitung jumlahnya disebut anekantavada, sementara pandangan logika
dan epistemologinya bahwa kita hanya dapat mengetahui beberapa aspek saja dari
suatu realitas di dunia dan oleh karena itu keputusan-keputusan kita bersifat
relativ, maka ia disebut syadvada dan ada tujuh golongannya:
1. Syadasti:secara relative, sebuah
benda riil.
2. Syannasti:secara relative, sebuah
benda tidak riil.
3. Syadasti nasty:secara relative,
sebuah benda keduanya riil dan tidak riil.
4. Syadavaktavyam:secara relative,
sebuah benda tak bisadijelaskan.
5. Syadasti cha avaktavyam:secara
relative, sebuah benda riil dan tidak bisadijelaskan.
6. Syannasti cha avaktavyam:secara
relative, sebuah benda tidak riil dan tidak dapat di jelaskan.
7. Syadasti cha nasty cha avaktavyam:
secara relative, sebuah bendarill, tidak riil dan tidak bisa dijelaskan.
Bagan Perbandingan Ajaran Agama
Jain, Hindu dan Buddha
NO
|
AJARAN
|
JAIN
|
HINDU
|
BUDDHA
|
01
|
Konsep
Tentang Tuhan
|
Tidak
ada tuhan yang Maha Kuasa
|
Percaya
pada Brahman sebagai tuhan dan dewa tertinggi
|
Tidak
membicrakan konsep tuhan
|
02
|
Konsepsi
tentang Alam
|
Alam
tidak diciptakan oleh tuhan tapi alamm ada sejak zaman azali dan abadi
|
Alam
ini di ciptakan
|
Alam
ini adalah ciptaan yang timbul ddari sebab-sebab[30] yang
mendahuluinya dan tidak kekal.
|
03
|
Konsepsi
tentang manusia dan karma
|
Karma
berpangkal pada jiwa dan benda serta mengakui pluralisme roh artinya manusia
itu memiliki rohnya masing-masing
|
Karmah
berpangkal pada Roh/atma, manusia hanya memiliki satu atma yang akan
berpindah ketika melakukan reinkarnasi
|
Manusia
merupakan energy fisik dan mental yang selalu bergerak. Buddha tidak
berbicara tentang roh.
|
04
|
Tentang
kelahiran kembali/ reinkarnasi
|
Kelahiran
kembali atau reinkarnasi terjadi karena tercampurnya jiva dan ajiva.
|
Berpindahnya
atma ke wadak lain ketika atman itu belum bersih
|
Energy
fisik lahir kembali ke alam-alam sesuai perbuatan.
|
05
|
Konsep
tentang pencerahan dan cara mencapainya
|
Untuk
mencapai pencerahan dapat dilakukan dengan usaha-usaha rohani dan melepaskan
belenggu keduniawian seperti melakukan asketisme dan pertapaan.
|
Moksa
dalam agama hindu adalah bersatunya atma dengan brahman. Untuk mencapai
pencerahan bisa dilakukan dengan cara menerapkan catur marga.
|
Nibbana
adalah lenyapnya keinginan. Untuk mencapainya umat Buddha bisa memprak tikkan
8 jalan tengah menuju pencerahan.
|
C. PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM JAINISME
A. Asketisme
Menurut jainada
dua motif melakukan kehidupan asketik, pertama bahwa kehidupan asketik dianggap
sebagai salah satu macam atletikisme spiritual yaitu latihan spiritual para
atlit menjelang pertandingan. Kedua, bahwa kehidupan asketik itu menempatkan
prinsip serba dua antara materi dan spirit (jiwa). Alu mencari cara untuk
membebaskan jiwa yang terkurung dalam daging.
Jainisme
sangantmementingkan asketisme.Hal ini diandaikan sebagai perjuangan mahavira untu
memperoleh pengetahuan agung.Karena itu sifat asketik jainisme menjadi bgitu ekstrim
dan ketat.
B. Etika
penganut agama Jain
Masyarakat
jainisme terdiri atas pendeta, biara dan orang kebanyakan. Hanya ada lima
disiplin spiritual didalam jainisme. Di dalam kasus kependetaan disiplin ini
benar-baner ketat, kaku dan sangat fanatik.Sementara dalam kasus orang umum hal
itu bisa di modifikasi.
Untuk
pendeta ada lima sumpah yang disebut “sumpah besar” (maha-vrta), sementara bagi
orang umum disebut ‘sumpah kecil’ (anu-vrta). Kelima sumpah tersebut adalah (1)
ahimsa (non kekerasan), (2) satya (kebenaran di dalam pikiran), (3) asteya
(tidak mencuri), (4) brahmacharya (berpantang dari pemenuhan nafsu baik
pikiran, perkataan maupun perbuatan), dan (5) aparigraha (ketakmelekatan dengan
pikiran, perkataan dan prbuatan).Dalam hal orang umum, aturan ini bisa di
modifikasi dan disederhanakan.[31]
Untuk
orang awam ada 12 atauran yang semula berasal dari aturan pendeta. Keduabelas
aturan tersebut adalah
1. Tidak pernah menyengaja melenyapkan
kehidupan dari makhluk ang berorgan indra
2. Tidak pernah berbohong
3. Tidak mencuri
4. Tidak berzina
5. Tidak tamak
6. Menghindari godaan-godaan
7. Membatasi jumlah barang yang dipakai
sehari-hari
8. Menjaga hal yang berlawanan dengan
usaha untuk menghindari dari kesalahan-kesalahan
9. Menjaga periode-periode meditasi
yang telah dicapai
10. Mengamati periode-periode penolakan
diri
11. Memanfaatkan periode-periode
kesempatan menjadi pendeta
12. Member sedekah
Umat
awam juga memegag prinsip ahimsa, dengan melakukan diet vegetarian dan
selanjutnya melarang diri makan telor.
D. Praktek
Ritual Agama Jain[32]
A. 6 Ritual penting
1. Samayik (kedaan keseimbangan)
Samyik
adalah salah
satu praktek ritual yang paling penting dari Jainisme di mana kami mencoba
untuk mendekati jiwa kita. Selama samayik, kita duduk di satu tempat selama
empat puluh delapan menit mengisolasi diri dari rumah tangga sehari-hari,
sosial, bisnis, atau kegiatan sekolah. Saat ini, kita membaca buku-buku agama,
berdoa, menyembah, membaca tasbih, atau melakukan meditasi. Sebelum memulai
samayik, kami menghapus pakaian reguler kami dan memakai sederhana, tapi
pakaian katun putih bersih yang disimpan hanya samayik. Kami tidak memakai
pakaian sutra atau kulit artikel yang melibatkan banyak kekerasan bug atau
hewan. Putih adalah simbol kesucian dan ketenangan dan itu mengingatkan kita
bahwa kita harus tetap murni dan tenang.[33]
Beberapa barang yang kami butuhkan selama samayik adalah
asan, muhapati, rajoharan, Ghadi, anupurvi, rosario, dan buku-buku agama yang
akan membantu kita untuk melaksanakan beberapa kegiatan keagamaan. Setelah
membersihkan tanah dengan rajoharan, asan tersebar untuk duduk. Sebuah muhapati
digunakan untuk menutupi mulut. Beberapa orang mengikatnya untuk menutup mulut
mereka, sementara yang lain terus di tangan mereka dan menggunakannya untuk
menutupi mulut mereka saat berbicara. Muhapati A mencegah organisme kecil
memasuki mulut. Hal ini juga menjadi penyangga sehingga kekuatan suara dan
udara panas dari mulut kita tidak akan membunuh banyak makhluk udara. Sebuah
muhapati juga mencegah meludah jatuh pada buku. Hal ini juga berfungsi sebagai
pengingat kepada kita bahwa kita harus mengontrol apa yang kita katakan kepada
orang lain. Sebuah rajoharan adalah jenis sapu yang terbuat dari bahan katun
halus atau benang wol digunakan untuk membersihkan lantai, dan juga untuk
mengusir bug datang ke arah kami, sehingga mereka tidak terluka. Jika karena
alasan tertentu seseorang harus berjalan selama Samayik yang kemudian rajoharan
digunakan untuk menghapus lantai sehingga tidak ada bug yang hancur. Ghadi
adalah jenis pasir yang membantu kita untuk mengetahui waktu 48 menit. Selama
samayik beberapa orang membaca buku-buku agama, sementara yang lain mungkin
melafalkan mantra Navkar dengan rosario atau dengan bantuan anupurvi atau
mungkin melakukan mediasi.[34]
Selama samayik, kita tidak boleh berbicara atau
memikirkan apa pun yang melibatkan setiap tingkat kekerasan. Oleh karena itu, sebelum
memulai samayik yang kita harus menghentikan kegiatan bisnis kami, urusan
keluarga, dan hal-hal lainnya, sehingga kita tidak mendapatkan terganggu. Kita
harus memberitahu teman-teman dan anggota keluarga untuk meninggalkan kami
sendirian dari hal itu selama ini. Selama samayik kita tidak harus
membicarakan, membaca atau membicarakan hal-hal sensual, atau hal-hal yang
berkaitan dengan hal-hal duniawi. Selama samayik tersebut, gerakan kita juga
harus dibatasi sehingga kita dapat mengamati ahimsa (tanpa kekerasan) lebih
mudah. Kita harus memilih tempat yang tenang, terisolasi sehingga kita tidak
terganggu oleh peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Karena suasana yang
terpisah, dan karena kita tidak terlibat dalam hal-hal duniawi selama 48 menit
samayik, kita seperti sadhus yang hidup terpisah selama hidup ini.[35]
Dengan demikian, praktik ini memberikan kita beberapa
sekilas monkshood dan membawa kita ke arah ituSama seperti kita harus
berhati-hati tentang bagaimana kita berkendara untuk menghindari kecelakaan,
atau mendapatkan tilang, dengan cara yang sama kita harus berhati-hati bahwa
kita tidak mengalami kesulitan apapun saat melakukan samayik kami. Jika kita
berhati-hati maka kita dapat melanggar samayik oleh mental, kegiatan verbal dan
fisik kita.
Ada sepuluh pelanggaran jiwa yaitu : 1) tidak
menghormati, 2) menjadi serakah untuk ketenaran, 3) menjadi serakah untuk
keuntungan, 4) yang bisa dibanggakan, 5) berada dalam ketakutan, 6) untuk
mengharapkan imbalan, 7) untuk meragukan manfaat, 8) berada dalam kemarahan, 9)
untuk menjadi kasar, dan 10) untuk menghina. Ada sepuluh pelanggaran lisan: 1)
untuk menggunakan kata-kata kasar, 2) menggunakan kata-kata yang
mengkhawatirkan, 3) untuk mengucapkan kata-kata non-agama, 4) untuk berbicara
tidak memadai, 5) menggunakan kata-kata untuk menghasut perang, 6) gosip, 7)
untuk mengolok-olok, 8) mengucapkan benar, 9) menggunakan kata-kata tidak
rasional, dan 10) untuk jargon. Ada dua belas pelanggaran fisik: 1) untuk duduk
di tempat yang cocok, 2) tidak duduk stabil, 3) berjalan setiap sekarang dan
kemudian, 4) melakukan pekerjaan rumah, 5) untuk meregangkan tubuh, 6) untuk
bersandar terhadap dukungan, 7) karena malas, 8) retak buku-buku jari, 9) untuk
membersihkan kotoran tubuh, 10) untuk menggaruk tubuh, 11) untuk membuat postur
vulgar, dan 12) untuk tidur. Meskipun mungkin terlihat sulit, bukan tidak
mungkin untuk dilakukan samayik dengan cara yang benar.
Dengan cara ini samayik membantu kita dalam mencegah
akumulasi karma baru dan penebusan dosa yang kita lakukan selama samayik
membantu kita untuk menghapus beberapa karma kami akumulasi.[36]
2. Chaturvimsati (menyembah 24 tirthankara)
Chaturvimsati
merupakan ritual keagamaan penting Jainisme. Ketika seseorang mencapai Sambhav
di Samayik, orang berpikir tentang mereka kepribadian yang besar yang
menunjukkan jalan `samta`. Yang berikutnya juga berpikir tentang Gunas mereka
(karakteristik). Ini adalah konsep di balik chaturvimsati. Nama-nama Dua puluh
empat Tirthankaras, yang mendirikan teerths, diingat bersama dengan Gunas. Kemudian kita tidak dapat berhenti
memuji ke 24 thirtankara tersebut Dengan demikian, `Loggass` dibacakan
yang memiliki arti yang mendalam seperti Mantra.Bentuk loggassa adalah sebagai
berikut:
Dalam ayat
pertama, ada keputusan untuk melakukan stuti dari 24 tirthankaras.Dalam ayat kedua, ketiga dan sebagainya menjelaskan nama-nama
tirthankaras. Kemudian tiga ayat terakhir seperti chulika_ berartimenghubungkan
niat dengan upaya untuk itu, dan padaakhirnya, itu menyatakan keuntungan buah
yang diinginkanyaitu Siddhi.[37]
3. Vandan (menawarkan salam ke saddhus
(bikhu) atau sadvhis (bikhuni))
Selama vandana, kita tunduk kepada para biarawan dan
biarawati dan mengungkapkan rasa hormat kita kepada mereka.Mereka adalah
pemandu agama kita saat ini, dan preceptors.Sementara membungkuk, kita menjadi
rendah hati, dan dengan demikian, ini membantu kita untuk mengatasi ego dan
amarah.Hal ini juga mengilhami kita untuk menjadi seperti mereka.(Jika tidak
ada bhikkhu atau bhikkhuni maka kita sujud dalam arah Utara-Timur untuk
Arihantas yang saat ini tinggal jauh dari sini.)[38]
4. Pratikraman(menyadari apa yang telah kita
lakukan salah dan menyesalinya)
Pratikraman adalah kombinasi dari dua kata, Pra berarti
kembali dan atikraman arti pelanggaran.Secara harfiah, itu berarti kembali dari
pelanggaran.Sebagai rumah tangga Jain, kita seharusnya mengamati belas minor
sumpah untuk meminimalkan kekerasan terhadap makhluk hidup lainnya yang pada
gilirannya meminimalkan kerusakan pada jiwa kita sendiri.Selama Pratikraman
kami meninjau kegiatan kami untuk setiap pelanggaran yang mungkin terjadi
selama ini sumpah. Dengan cara ini, kita meminta pengampunan atas tindakan kita
dan memurnikan jiwa kita, dan meningkatkan kegiatan masa depan kita. Jika kita
belum mengambil sumpah ini, maka kita harus berharap untuk hari seperti ini
akan datang ketika kita bisa mengambil sumpah mereka.
Pratikraman biasanya dilakukan dua kali sehari: sekali di
pagi hari, Raisi (pagi) Pratikraman, untuk bertobat untuk hal-hal kita mungkin
memiliki dilakukan selama waktu malam dan sekali di malam Devasi (malam)
Pratikraman untuk bertobat untuk hal-hal kita mungkin memiliki dilakukan pada
siang hari. Mereka yang tidak dapat melakukan pratikraman harian harus
melakukan Pakshik (dua minggu) Pratikraman, yang dilakukan sekali setiap lima
belas hari. Ada beberapa yang tidak bisa menemukan bahkan waktu untuk itu, mereka
harus melakukan Choumasi (kuartalan) Pratikraman, setiap empat bulan.Namun,
jika seseorang tidak dapat menemukan waktu untuk itu, maka mereka harus
melakukan Samvatsari (tahunan) Pratikraman, setahun sekali yang dianggap suatu
keharusan bagi setiap Jain. Dengan bertobat selama pratikraman, kita mengurangi
belenggu karma bagi jiwa kita dan menghindari melakukan dosa yang sama di masa
depan. Jika kita tidak bertobat atas semua perbuatan kita setidaknya sekali
setahun, maka belenggu karma bagi jiwa menjadi parah dan bahkan sulit untuk
menumpahkan off.Pada kenyataannya semua, kita harus melakukan pratikraman
secepat orang menyadari dia telah melakukan dosa.[39]
5. Kayotsargga(meditasi jiwa)
Kata kayotsargga terdiri dari dua kata Kaya berarti tubuh
dan utsarga berarti menyerah.Kayotsargga berarti menyerah kenyamanan seseorang
fisik dan gerakan tubuh, sehingga tinggal stabil, baik dalam berdiri atau
postur lainnya, dan berkonsentrasi pada hakikat jiwa sebagai terpisah dari
tubuh atau membacakan mantra navakar atau Chauvisantho.Ini adalah bentuk
meditasi dan dengan berlatih kayotsargga murni kita perlahan-lahan mendapatkan
kontrol pada aktivitas mental, verbal, dan fisik.[40]
6. Pratyakhyan(penolakan)
Ini adalah penolakan formal kegiatan tertentu, yang
mengurangi atau menghentikan aliran dari karma.Pratyakhyan membantu kita untuk
belajar mengendalikan keinginan kita dan mempersiapkan kita untuk penolakan
yang lebih besar.[41]
7. Ibadah
Harian
Selain enam ritual penting diatas
umat jain juga taat melaksanakan ibadah harian atau pemujaan harian yakni
penyembahan terhadap berhala. dalam penyembahan berhala ada tiga tingkatan atau
tiga taha yakni puja, vandan kirtan dan aarati.
Puja dalam penyembahan ini ada 8
macam yakni:
1. Jala (Air)
Puja:Air melambangkan laut. Setiap makhluk hidup terus perjalanan melalui
lautkelahiran, kehidupan, kematian, dan penderitaan. Puja ini mengingatkan
bahwa orang harus menjalani hidup dengankejujuran, kebenaran, cinta dan
kasihsayang terhadap semua makhluk hidup. Dengan cara ini orang
akan mampu menyeberangi Samudera Hidup dan mencapai Moksha atau pembebasan. Jalurpembebasan adalah Samyak Darshan, Samyank Jnan dan Samyak Charitra dalam agama Jain.
akan mampu menyeberangi Samudera Hidup dan mencapai Moksha atau pembebasan. Jalurpembebasan adalah Samyak Darshan, Samyank Jnan dan Samyak Charitra dalam agama Jain.
2. Chandan (Sandal
kayu) Puja:Chandan melambangkan Pengetahuan (Jnan). Selama puja ini, kita harus
merenungkanPengetahuan yang tepat. Pengetahuan yang benarberarti pemahaman yang
tepat tentang realitas yangtermasuk Jiwa, Karma, danhubungan mereka. Jainsim
percaya bahwa Pat dariPengetahuan adalah jalan utama untuk mencapai pembebasan.
3. Pushpa (Bunga) Puja:Bunga melambangkan
perilaku. Perilaku kita harus seperti bunga, yang menyediakankeharuman dan
keindahan kepada semua makhluk hidup tanpa diskriminasi. Kita harus hidup hidup
seperti bunga dengan penuh cinta dan kasih sayang terhadap semua makhluk hidup.
4. Dhup (Dupa)
Puja:Dhup melambangkan kehidupan pertapa. Sambil membakar sendiri, Dhup
memberikan keharumanlain. Demikian pula biarawan dan biarawati benar
menghabiskan seluruh hidup mereka tanpa pamrih untuk kepentingan
dari semua makhluk hidup. Puja ini mengingatkan bahwa seseorang harusberkembang untuk hidup asketis yangakhirnya mengarah pada pembebasan.
dari semua makhluk hidup. Puja ini mengingatkan bahwa seseorang harusberkembang untuk hidup asketis yangakhirnya mengarah pada pembebasan.
5. Deepak (Candle)
Puja:Nyala Deepak merupakan Kesadaran Murni atau Jiwa tanpa perbudakanatau Jiwa
Dibebaskan. Dalam Jainsim, jiwa seperti ini disebut Siddha atau Tuhan. Tujuan utama dari setiap makhluk hidup adalah
menjadi bebas darikarma.
6. Akshat (Beras)
Puja:Beras rumah tangga adalah jenis biji gandum, yang non-subur.Satu tidak bisatumbuh
tanaman padi dengan penyemaian padi rumah tangga. Secarasimbolis itu berarti
bahwa beras merupakankelahiran terakhir. Dengan melakukan puja satu ini harus
berkembang untuk menempatkan semua upaya dalam kehidupan sedemikiancara bahwa
kehidupan ini menjadi kehidupan lalu seseorang dan setelah akhir kehidupan yang
satu ini akandibebaskan dan tidak akan terlahir kembali.
7. Naivedya
(Manis) Puja:Naivedya melambangkan makanan lezat. Dengan melakukanpuja ini,
kita harus berkembang untuk mengurangi ataumenghilangkan keterikatan pada
makanan lezat. Makanan sehat sangat penting untuk kelangsungan hidup,
Namun tidak ada yang harus hidup untuk makan makanan lezat. Tujuan utama dalamkehidupan seseorang adalah untukmencapai kehidupan di mana tidak ada makanan sangat penting bagi keberadaan kita dan itu adalah kehidupan dibebaskan
jiwa, yang tinggal di Moksha selamanya dalam kebahagiaan tertinggi.
Namun tidak ada yang harus hidup untuk makan makanan lezat. Tujuan utama dalamkehidupan seseorang adalah untukmencapai kehidupan di mana tidak ada makanan sangat penting bagi keberadaan kita dan itu adalah kehidupan dibebaskan
jiwa, yang tinggal di Moksha selamanya dalam kebahagiaan tertinggi.
8. Fal (Buah)
Puja:Buah melambangkan Moksha atau Liberation. Jika kita menjalani hidup kita
tanpa lampiranuntuk urusan duniawi, terus melakukan tugas kita tanpa harapan
dan penghargaan,disaksikan semua peristiwa yang terjadi di sekitar dan di dalam
kita, benar-benarikuti kehidupan pertapa, dan memiliki cinta dan kasih sayangkepada
semua makhluk hidup, kita akan mencapaibuah Moksha atau pembebasan.Ini adalah puja
terakhir melambangkan akhirpencapaian hidup kita.
Pada akhirnya kami menghiasi berhala-Call Aangi-biasanya sangat menarik,menciptakan bhav baikselama Darshan.
Pada akhirnya kami menghiasi berhala-Call Aangi-biasanya sangat menarik,menciptakan bhav baikselama Darshan.
tingkatan kedua yaitu Vandan KirtanSetelah penyembahan berhala dilakukan, kita lakukan bahv puja, membaca studi, lakukan chaitya Vandan dll. Semua upacara membantu kami dalam dua cara. Pertama, kita merasa senang, hati kita mengalami suatusukacita internal. Kedua, membantu dalam menghancurkan kashayas, bibit tanamankualitas baik dalamkita dan menghancurkan banyak karma. Memahami arti dari semuasutra pasti membantu kitadalam meningkatkan bhava, sukacita dan bukannya ritual, menjadi kebutuhan sehari-hari.
Tingkatan terakhir yakni Aaratibiasanya telah dilakukan di malam. Ini
melambangkan kegembiraan setelah melakukan semua kegiatan agama di kuil. Ini menghancurkan semua karma
dan membawa kebahagiaan hidup.
8. Puja khusus (poojan)
Ada beberapa macam puja khusus ini
diantaranya yakni:
1. Snatra puja : Ini melambangkan tirthankara yang mandi digunung meru
bersama dewa dewi, poojan selalu dilakukan sebelum setiap puja, pujan, pada
perayaan ulang tahun,selama pembukaan usaha baru, dan pindah rumah dll.
2. Panch Kalyanak
puja
: Puja ini
memperingati lima peristiwa besar kehidupan theTtirthankar itu. Pada dasarnyadi
puja ini, pandit virvijayji memuji Shri Shankheswar Parswanath. Puja inidilakukan
dalam setiap acara yang baik. Lima kalyanks adalah konsepsi, kelahiran, penolakan, kemahatahuan,
dan Moksha.
3. Antaray Karma
puja
: Ada delapan
poojas, sangat mirip dengan Ashta Prakari Pooja. Dalampoojas, menyebutkan tentang,
bagaimana orang yang berbeda menciptakan antraykarmas dan merekamampu menghapus
hambatan tersebut setelah melakukan poojas ini. Kemudian Ada puja lainnya yakni, puja Navpad,
Barvrata puja, Navvanu (99) Prakari pujatermasuk yang berikut:
· Digumber
parva puja
· Das Lakshan
Pooja-biasanya setelah parushan
· Solahkaran
pooja
· Nirvankhetra
pooja
9. Pujan
Pujan yakni Sebuah ritual
panjang yang hampir berlangsung sepanjang hari dan dilakukan oleh orang-orang
yang sangat terpelajardan melibatkan banyak orang dalam upacara. Mereka dilakukan
sesekali seperti saat baruupacara pembukaan candi, setelah penebusan dosa
khusus seseorang seperti varshitapdll.[42]
PERAYAAN-PERAYAAN PENTING DALAM AGAMA JAIN[43]
Festival keagamaan atau parvas biasanya menurut tanggal pada kalender lunar.
Inibervariasi daridua belas hari dalam satu bulan untuk satu atau dua hari
dalam setahun. Jain mengamati penebusan dosa danmelakukan praktik keagamaan
dengan tingkat intensitas yang berbeda. Mereka penting danhari-hari yang biasa terlihat
adalah sebagai berikut.
1. Adinath Jayanti
Setiap tahun Adinath Jayanti dirayakan pada hari 9
setengah gelap Chaitra. Hampir setelah lima tahun, pengaturan yang dibuat untuk
darshan dari Chaityas bawah tanah.
2. Paryushana atau Daslasksana Parva
Festival ini
dirayakan oleh kedua sekte pengikut Jainisme selama delapan sampai sepuluh hari
selama musim hujan. Ini adalah festival disiplin diri melalui praktik asketis
puasa dan lainnya. Pria, wanita dan anak-anak serta para biarawan dan biarawati
melakukan puasa dengan berbagai ketegasan. Sementara berpuasa padadelapan hari tersebut, banyak puasa pada hari alternatif tetapi semua cepat
pada hari terakhir.
Selama Paryusana,
ada khotbah reguler dan upacara di kuil-kuil. Di kuil Digambara, bab dari Tattvartha
sulfa, Alkitab dari para pengikut Jainisme, dan di bait Svetambara mereka dari
Kalpasutra yang dibacakan kepada penonton. Pada hari terakhir, anggota
masyarakat saling menyapa dan meminta pengampunan untuk setiap rasa sakit yang
mungkin disebabkan sadar atau tidak sadar oleh tindakan mereka selama setahun
terakhir.
Para anggota
masyarakat yang melakukan lengkap cepat selama hari-hari festival dibawa ke
kuil dalam prosesi pada hari terakhir setelah itu mereka berbuka puasa. Para
pengikut Jainisme bersemangat selama Paryusana untuk mencegah kehidupan hewan
yang diambil.
Pada saat itu seringkali yayasan Jaina membayar uang untuk menutup rumah
potong untuk menyelamatkan kehidupan hewan selama hari-hari festival.
Selama hari-hari
festival pula, para pengikut Jainisme Svetambara minum air matang di
rumah dan menjauhkan diri dari makan atau minum di restoran atau di rumah-rumah
non-pengikut Jainisme.
Pada hari itu mereka pergi ke
kuil-kuil kemudian kembali ke rumah setelah ibadah untuk makan siang dan mereka yang berpuasa
tetap di kuil sepanjang hari bermeditasi atau berpartisipasi dalam membaca kitab
suci atau wacana keagamaan.
Selama Paryusana,
para Svetambaras juga mengambil salinan Kalpasutra dalam prosesi. Seorang gadis
muda setelah ibadah di bait suci membawa Kalpasutra dalam pelat logam besar di
atas kepalanya dalam suatu prosesi. Seorang pria berjalan di depan gadis itu,
percikan air dari panci di jalan, secara simbolis membersihkan kota. Tulisan
suci dibawa ke rumah seorang Jaina kaya yang membuat sumbangan ke kuil. Ada
kitab suci masukkan pada alas tinggi dan menyembah sepanjang malam dengan
iringan lagu-lagu pujian.Hari berikutnya itu dibawa backto candi dalam suatu
prosesi.
Pada hari kelima
festival, langit-langit dibuka di langit-langit dan perak replika dari gambar
mimpi dilihat oleh ibu Mahavira diturunkan pada tali kepada orang banyak
berkumpul di bawah ini. Pada hari kedelapan salinan Barsasutra disajikan kepada
seorang biarawan atau biarawati yang membacanya keluar kepada orang-orang dengan
kecepatan sedemikian rupa sehingga seluruh teks selesai dalam waktu setengah
jam. Para jamaah memegang halaman dari Surra di tangan mereka selama beberapa detik dan menempatkannya kembali,
melambangkan pembacaan teks sendiri.
3. Akshyatritiya
Festival ini dirayakan pada bulan April. Pada hari ini air tebu ritual
ditawarkan kepada mereka yang telah mengamati berbagai jenis puasa sepanjang
tahun. Menurut Jaina sastra, pada hari ini Rsabhanatha, Tirthankara pertama yang
menerima sesuai dengan ritual keagamaan dalam bentuk jus tebu untuk pertama
kalinya setelah puasa terus menerus nya enam bulan dari tangan mitos Pangeran
Sreyamskumar. Para wanita yang berpartisipasi dalam ritual diberi karangan
bunga dan dibawa ke kuil di sebuah prosesi neraka kecil. Para kerabat dari
peserta pergi ke toko terdekat crusher tebu, mencuci pers dengan air matang dan
mengumpulkan jus dalam pot tanah liat. Mereka membawa jus ke kuil dan
menawarkan kepada peserta 108 cangkir kecil yang penuh jus. Setelah mengamati
ritual ini peserta biasanya mengambil sumpah bahwa untuk sisa hidup mereka,
mereka tidak akan minum air mentah.
4. Kartik Purnima
Pada hari bulan
purnama Kartik (sekitar November), Karyik Purnima, para biarawan dan biarawati,
mulai mengembara jauh setelah tinggal di satu tempat untuk periode hujan. Pada
hari ini para biarawan dibawa keluar kota dalam suatu prosesi dan beberapa
orang bahkan menemani para biarawan ke kota berikutnya atau desa. Masyarakat
mulai makan sayuran hijau yang tidak dilakukan saat musim hujan. Pada hari ini
banyak orang mulai berziarah ke Palitana. Dalam banyak kuil panel batu atau
lukisan kain Palitana ditampilkan dan mereka yang tidak bisa melakukan ziarah
ke Palitana pergi dan menyembah panel di sebuah kuil.
5. Diwali
Seiring dengan Hindu para pengikut Jainisme juga
merayakan festival Diwali. Untuk para pengikut Jainisme, Divali merupakan
festival penting, karena pada hari ini Mahavira seharusnya telah mencapai
nirwana. Dalam banyak kuil dari sekte Digambara menawarkan manisan. Divali juga penting bagi pengikut Jainisme karena
menandai awal tahun baru mereka. Semua akun bisnis dari tahun sebelumnya
diselesaikan dan buku catatan baru dimulai.
Pada hari ini pengusaha pergi ke toko dan membeli
buku-buku rekening baru dan menyembah mereka bersama dengan citra Lakshmi serta
catatan mata uang, perhiasan, dll pada upacara khusus.
6. Mahavira Jayanti
Festival inidihubungkan
dengan peristiwa keberuntungan besar kelahiran Tuhan Mahavira dirayakan dengan
keangkuhan dan antusiasme oleh semua pengikut Jainisme. Prosesi dibawa keluar,
pertemuan diadakan dan pesan Mahavira dijelaskan kepada semua.
7. Siddhachakra atau Navadevata Puja
Siddhacakra atau
diagram Navadevata (lingkaran dari Siddha, yang mahatahu) terdiri dari teratai
dengan delapan kelopak bergaya. Di Id pusat dalam empat kelopak teratai adalah
penggambaran dari lima Makhluk tertinggi para pengikut Jainisme, yaitu Arhat, yang
tercerahkan, Siddha, yang dibebaskan, Acharya, biarawan kepala, Upadhyaya,
biarawan guru, dan Sadhu, yang biksu. Dalam empat kelopak yang Svetambaras
menuliskan prinsip-prinsip: pengetahuan yang benar. iman yang benar, perilaku
benar dan silih kanan,sedangkan Digambaras menggambarkan dhar-cakra, jina
gambar, candi jina dan suci.
Selain menyembah
diagram ini di kuil atau dengan cara yang lebih kecil di dalam rumah, ada
ibadah rumit yang sama di mana banyak orang mengambil bagian dan ritual
berlangsung selama sembilan hari. Dalam ibadah ini, diagram adalahdibuat di
lantai dari butiran berbagai warna cocok untuk Makhluk besar. Bagian dari
ibadah adalah narasi kisah Raja Sripala yang diyakini telah mendapatkan manfaat
ajaib karena penyembahan yantra ini. Umumnya, diagram disembah pada pemenuhan
sumpah tertentu atau untuk menghindari nasib buruk dan memajukan kemakmuran.
Puja Seperti umumnya diumumkan oleh keluarga setelah peristiwa kelahiran,
pernikahan, kematian dll.[44]
Tempat Suci Agama Jain
Rukapur Jain Temple
Ranakpur Jain candi adalah salah satu dari lima tujuan
utama peziarah Jain di India. Candi-candi di Ranakpur perintah hormat dan
kekaguman dari Jain yang berlokasi di seluruh dunia. Menurut sejarah, Rana
Kumbha mendedikasikan hamparan luas lahan untuk Dhanna Shah untuk membangun
sebuah kuil untuk mewujudkan mimpinya. Candi-candi yang dibangun dengan cara
ini menarik banyak wisatawan dari seluruh India dan luar negeri. Ranakpur
terletak di lembah rentang Aravalli yang berjarak sekitar 90km dari Udaipur[45]
Ranakpur kuil Jain seperti candi lain memiliki gaya
sendiri. Langit-langit dari semua kuil yang dihiasi dengan pola geometris dan
tertutup oleh dedaunan gulir-kerja. Bagian bawah dan bagian atas kubah
bergabung bersama dengan bantuan tokoh dewa yang indah. Salah satu kuil yang
paling penting di antara semua kuil-kuil ini adalah Kuil Chaumukha. Ini adalah
candi bermuka empat dengan ruang bawah tanah berukuran sekitar 48.000 meter
persegi. Candi ini juga memiliki 4 anak perusahaan kuil, 80 kubah didukung oleh
400 kolom dan 24 pilar. Setiap kolom diukir indah sedemikian rupa bahwa tidak
ada dua pilar yang sama. Kolom juga dikenal untuk mengubah warna dari emas
menjadi biru pucat setiap satu jam pada siang hari. Candi ini dirancang dan
dibangun dalam bentuk sebuah pesawat surgawi.[46]
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali,
Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA PRESS,
1988)
2. Joesoef
Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra), cet. lll, 1996
3. I.B.
Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, (Denpasar: Mabhakti, 2003)
4. Hansa,
vinod sutaria, jain rituals and ceremony,(e-book)
7. Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada
tanggal 21 maret,
dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
8. http://arifuddinali.blogspot.com/2011/12/jainisme.html.
9. http://www.iloveblue.com/agama-jain/
10. http://www.jainworld.com
12. Jain festinval
http://www.jainreligion.in/Festivals/jain-festivals.html#Payursan
13. http://www.jainreligion.in/Festivals/jain-festivals.html#Payursan
14. Tripideas.org
[1] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN
KALI JAGA PRESS, 1988)h, 151
[2] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra),
cet. lll, 1996, h 128
[3] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 152
[4]http://abid3011.blogspot.com/2011/04/agama-jaina.html
diakses tgl 21 maret 2013
[5] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 15153
[6]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses
pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[7] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta:Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[8]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[9] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta:Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[10]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[11] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta:Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[12]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[13]. http://arifuddinali.blogspot.com/2011/12/jainisme.html.
[14] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia,
h. 156
[15] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama
Besar Di Dunia, h 140-141
[16]http://abid3011.blogspot.com/2011/04/agama-jaina.html
[19]Ibid, h. 159
[20]Ibid, h. 160
[21]Ibid. h. 164
[22]Ibid, h. 164-166
[23]http://www.iloveblue.com/agama-jain/
[24]Ali, mukti, Agama-agama di Dunia, h.
167-169
[25] I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, (Denpasar: Mabhakti,
2003), h 315-16
[26] Ibid, h. 316
[27] ibid
[28] Ibid, h. 18
[29] Ibid, h. 320
[30]
Sri Dhammananda, keyakinan Umat Buddha,
h. 160
[31] I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, h. 319.
[32]http://www.jainworld.com
[33]Hansa, vinod sutaria, jain
rituals and ceremony, h. 2
[34] Ibid, h. 3
[35] ibid
[37] Hansa, vinod sutaria, jain
rituals and ceremony, h. 3
[38] Ibid h. 3-4
[39] Ibid, h. 4-5
[40] Ibid. h. 7
[41] Ibid.
[42] http://www.jainworld.com/education/juniors/junles05.html
[43]Jain festinval http://www.jainreligion.in/Festivals/jain-festivals.html#Payursan
[44]http://www.jainreligion.in/Festivals/jain-festivals.html#Payursan
[45] Tripideas.org
[46] Tripideas.org
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking